Thursday, December 19, 2013

Halal gak ya...????

Sungguh cepat penyebaran informasi lewat dunia maya.  Terutama lewat social network semacam fb, twitter, dkk.  Apalagi di negara kita tercinta Indonesia.  Bagus memang penyebaran informasi yang begitu cepat, tapi sayang nya kalo info nya masih simpang siur dan belum jelas kebenarannya bisa2 berujung hanya sekedar gosip, bukan pertukaran informasi yang menambah wawasan.  Apalagi kalo pake bumbu tambahan yang gak membuatnya tambah sedap alias fitnah/tuduhan.  Lagi mau ngomongin apa sih aku ini?  Beberapa waktu yang lalu sempat heboh tentang status kehalalan restoran Sol*******.  This information really did catch my attention, because the restaurant was one of my favourite.  Dari pilihan menu yang beragam, harga, dan porsi.  Tapi sekarang bukan favorit lagi, selain udah bosen pelayanannya buruk.  Dan pas lagi panas2nya banyak banget status teman2 yang ngebahas tentang ini, termasuk aku juga ikut2an dan seiring dengan itu muncul pula bahasan penjelasan asal usul beritanya dan juga berita penjelasan dari pihak restonya sendiri untuk meluruskan kesimpangsiuran info yang beredar.  Yaaa paling tidak sisi positifnya adalah kita jadi lebih hati2 dan lebih tahu mengenai cara memutuskan halal atau tidak nya makanan atau sebuah restoran.  

Sebetulnya kita ini sangat dimanjakan tinggal di indonesia dengan kehadiran lembaga MUI sebagai tangan kanan kita *yup,we are the boss !!* untuk mencari tahu status sebuah restoran atau produk makanan apa saja yang halal.  Berbeda jika kita tinggal di negara yang muslim sebagai minoritas, di benua eropa contohnya.  Kita harus teliti melihat satu persatu ingredients apa saja yang terdapat pada satu produk makanan.  Jangan salah, mungkin kita beranggapan asal itu produk bukan/terbuat dari babi,semisal seafood dan produk2 tumbuh2an/buah2an lantas dengan sendirinya produk itu halal atau bebas dari bahan2 yang haram.  Tidak selamanya demikian, lha wong namanya negara yang memang tidak mengenal halal+haram dlm makanan, jadi mereka pun bebas "bereksperimen" dengan makanan mereka.  Mereka pun bebas mencampur sayur2an+buah2an dengan saripati hewan misalnya.  Syukur2 kalo hewannya masih ayam, kambing atau sapi, lha kalo saripatinya dari babi HAYOOOOOO....??  Seperti yang telah diketahui oleh salah seorang sehabatku lewat eksperimen perkuliahannya bahwa untuk membuat juice apel terlihat jernih (jadi gak keruh dan biar warnanya kayak champagne gitu kayaknya) ternyata salah satunya adalah mereka menggunakan 'entah-bagian-mananya' dari babi.  Ok, mungkin contoh yang ini memang diperlukan seorang ahli yang mengetahui pembuatannya.

Tapi bagusnya itu mereka fair dan terbuka dalam menulis ingredients pada produk2 makanan mereka secara detail.  Bahkan ada kode2 tersendiri yang biasanya diawali dengan huruf E-diikuti dengan deretan nomer2-.  Biasanya kode2 ini ada yang menerangkan misal dari E sekian sampai sekian itu mengandung hewani.  Ini mungkin salah satu kepedulian mereka terhadap warganya yang memiliki beraneka macam alergi belum lagi gaya hidup vegetarian atau malah vegan, yang pantangannya banyak betul.  
Nah, kebayang kan kalo mau belanja di supermarket, beli 5 produk makanan mungkin bisa sejam sendiri karena lama bacain ingredientsnya satu2 *ok..ok..sedikit lebay memang*
Kecuali bagi beberapa dari kita yang masih acuh dan menganggap enteng dalam melihat halal dan haram dalam makanan, tentu saja tidak akan menghabiskan waktu selama itu karena asal tidak ada babi dan alkohol, malah ada yang cuman 'asal tidak ada babi'.  Ini kewajiban kita semua yang lebih paham untuk memberi tahu (dengan cara yang paling baik tentunya) saudara semuslim kita yang kurang paham.  Ada satu pengalaman mengenai hal yang satu ini, waktu itu kami bertiga dalam 1 apartemen.  Aku dan teman sekamarku Alhamdulillah dalam hal makanan satu paham.  Lalu datang anak baru untuk mengisi kamar yang kosong, dia juga dulu sma nya di surabaya (ketahuan deh lagi ngomongin siapa ;).  Pada suatu hari kami melihat di kulkas ada produk daging ayam yang belinya di supermarket umum, bukan di toko turki.  Ya, Alhamdulillahnya meski tinggal di benua eropa kami masih dapat menemukan daging halal yang disediakan oleh orang2 turki yang sudah lama tinggal di jerman, yang sudah dapat mendirikan sebuah perusahaan penyembelihan ala islam.  Kami pun bingung mau ngasih tau nya gimana, biasaaaaa faktor gak enak lah, belum seberapa kenal lah, takut tersinggung lah.  Entah aku lupa akhirnya kasih tau atau gak, tapi karena dia gak lama kemudian juga aktif di masjid akhirnya kita tidak menemukan lagi produk2 tersebut.  Ya Allah betapa menyesalnya diriku tidak langsung menegur waktu itu, karena aku yakin kalo pun kita langsung menegur dia pasti akan langsung menerima dengan lapang dada *yakin, karena setelah mengenalnya, dia adalah sosok yang dewasa meski umurnya masih muda*

Kembali ke tema utama, so kita yang tinggal di indonesia bersyukur banget gak harus njelimet ngeliatin satu2 ingredients di kemasan makanan, cukup cari 1 logo, maka InsyaAllah amanlah makanan tersebut untuk dikonsumsi.  Tapi lain cerita kalo berhubungan dengan restoran, seperti yang udah ak tulis diatas tadi, bisa jadi heboh.  Mungkin kalo tempat makan yang menengah keatas *baca:bermerk* biasa nya memiliki sertifikat halal dari MUI.  Tapi bagaimana dengan yang kelas menengah kebawah.  Mungkin kalo orangnya peduli, dia akan menuliskan halal di kedainya.  Kalo sudah dia tuliskan "halal", maka si empunya sudah harus ikut bertanggung jawab atas kehalalan makanannya.  Gampangannya kalo nih makanan ujung2nya ternyata gak halal, maka dosanya dia yang nanggung.  Sayangnya kita para konsumen terbiasa dengan mindset "karena ini negara mayoritas muslim, udah pasti halal dong makanannya".  Ini lalu disalahgunakan oleh oknum2 nakal dan tidak bertanggung jawab.  Demi keuntungan semata, mereka mencampur dengan bahan2 haram, seperti kasus kebanyakan yaitu penggunaan minyak babi.  

Tapi kembali lagi, itu tetap salah kita sebagai konsumen yang tidak cermat memilih tempat makan karena lagi2 otak kita sudah ter-setting seperti diatas.  Nah, alangkah mulianya kalo MUI tuh bikin program pembagian sertifikat halal bagi kedai2 menengah kebawah.  Karena aku yakin mereka tidak mengurus sertifikat kehalalan karena mungkin terbentur rumitnya birokrasi dan mungkin biaya (ini murni pendapat saya saja, karena tidak melakukan riset).  Tapi yang bener juga lah meriksanya, jangan asal nanya yang masak/punya "ini halal gak makanannya ?" "oh, halal kok..." "oh, ok ini sertifikat halalnya" *kalo itu sih saya juga bisaaa !!*
Ini juga bisa membantu kedai2 yang terkena goncangan fitnah.  Baik fitnah dari mulut ke mulut maupun fitnah yang datangnya dari media.  Kalo fitnah dari mulut ke mulut mungkin datangnya bisa dari rasa iri karena kedai milik tetangganya lebih laris dari punya dia *ini nih yang paling kejam* atau juga mungkin salah persepsi, karena melihat banyak bangkai tikus di dekat toilet lalu berasumsi bahwa daging yang dipakai adalah daging tikus.  Boleh banget waspada, tapi jangan sampai jatuhnya malah jadi fitnah.
Kalo yang datangnya dari media, kan sempet tuh booming -mungkin sampai sekarang- acara yang namanya reportase investigasi.  Nah, dari acara ini kita tahu ternyata banyak banget penjual makanan yang memakai bahan2 kimia berbahaya dan juga bahan2 haram lainnya.  Akibatnya penjualan produk makanan yang diliput tersebut turun drastis.  Padahal belum tentu semuanya caranya kayak gitu.  Nah, kalo misalnya udah punya sertifikat halal dari MUI kan dia bisa tenang dan dengan lantang dia bisa bilang "jangan khawatir !! makanan saya halal dan baik, sertifikat ini buktinya !!"

Tapi sekali lagi, semuanya kembali ke diri kita masing2, mau jadi konsumen yang cerdas atau jadi konsumen yang cuek.  Gak gampang lho, apalagi kalo udah berurusan tentang makan bareng keluarga besar atau teman2.  Hobi muungkin sama = wisata kuliner, tapi yang namanya isi kepala dan pemikiran lebih dari satu.

Tuesday, December 10, 2013

Media VS Kita


Umur ternyata hanya benar2 sederet angka saja yang menandakan sudah berapa tahun dia hidup di dunia.  Umur sungguh bagi beberapa orang sama sekali tidak berbanding lurus dengan kedewasaan.  Pun jenjang pendidikan tinggi dan banyak makan asam garam kehidupan tidak memberikan pengaruh besar terhadap sebuah kedewasaan.  

Seperti pada sebuah berita yang mungkin beberapa minggu lalu masih panas, tapi sekarang mungkin sudah agak redup *LEBIH BAGUS LAGI KALO GAK ADA!!!* Tentang sebuah perdebatan TAK BERMAKNA antara seorang pengacara yang juga suami dari seorang penyanyi lawas dengan anak abg dari seorang musisi kondang.  Lihat saja dari jenjang pendidikannya, kurang apa coba tingginya lihat saja juga lawannya, meski masih abg tapi kalau dilihat dari pekerjaan orang tuanya, dia pun pasti mengenyam pendidikan di tempat yang berkualitas.  Tapi lihat apa tingkah polahnya didepan umum, MEMALUKANJujur memang gak ngikutin ceritanya dari awal, jadi disini mencoba tidak memihak satu pun dari mereka.  Kalo gak salah awal mulanya adalah olok mengolok satu sama lain yang berbuah panjang.  Memang benar kata pepatah 'lidahmu, harimaumu'  Sekarang jaman canggih, bukan lidah lagi yang mengejek, tapi disalurkan lewat jari jemari.  Seketik dua ketik kata, mampu menusuk dan menyayat ulu hati seorang teman nun jauh disana, naudzubillah.  Dan emang dasar media, berita seperti ini gak boleh dibiarkan,langsunglah diekspos dan mungkin dibesar-besarkan.  

Bahkan akan beradu tinju pula, Ya Allah mau jadi apa ??? harusnya yang tua memberi contoh baik, menjadi suri tauladan kepada yang muda, dan yang muda hendaklah sopan dan hormat pada yang tua.  Media juga gitu, yang kayak beginian mbok ya gak usah diberitakan, meski ini ladang uang.  Kasihanilah mereka, anak2 kami yang tumbuh di dunia yang serba canggih, dunia internet yang sangat mudah untuk mencari akses berita, dunia televisi dan gadget canggih yang membuat mereka lupa akan bersosialisasi.  Kasihani kami para orang tua baru yang berjuang keras mendidik anak saingan dengan kejamnya bbm,whatsapp,facebook,belum lagi seks bebas yang malah akan disponsori oleh pemerintah dengan adanya bagi2 kondom gratis -woi!! ini bukan eropa bung!!-  Jangan pula engkau tambah dengan berita yang tidak bermakna ini.  Beritakanlah hal2 yang bagus2 saja, yang memberitakan tentang prestasi, sehingga anak2 kami semakin termotivasi.  Jangan engkau jejali mereka dengan goyang2 cesar, bagaimana jika kau ganti dengan cerita mengenai kehebatan julius cesar yang asli.  Juga berita2 mu di koran yang bikin ku sakit kepala.  Kenapa selalu yang berada di garda depan halaman koran itu berita2 negatif.  Seringnya korupsi, atau pembunuhan, kerusuhan, kecelakaan dan masih banyak lagi berita negatif lainnya.  Yang ada orang jadi down duluan baca berita.  Coba kenapa tidak kau ubah persepsi media cetak seperti itu menjadi kebalikannya.  Headline didepan tentang prestasi2 anak negeri -negeri orang lain juga gak papa kok-, para enterpreuner muda -yang sekarang lagi ngetrend- Bukannya malah ditaruh di koran tambahan, di halaman tengah pula, mana kelihataaaaan.